anak pungut, anak angkat, anak zinah, anak hasil inseminasi dan bayi tabung


1.      Anak Pungut (Laqiith)

        Laqiith ditinjau dari sisi bahasa artinya anak yang ditemukan terlantar di jalan, tidak diketahui siapa ayah dan bundanya. Demikian defenisi yang tercantum dalam kitab Al-Lisaan dan kitab Al-Mishbaah. Biasanya laqiith adalah anak yang dibuang oleh orang tuanya.
Ditinjau dari sisi istilah syar’i artinya adalah sebagai berikut:
1. Menurut madzhab Hanafi, laqiith adalah sebutan untuk seorang bayi yang dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau untuk menghindari tuduhan telah berbuat aib.
2. Menurut pendapat madzhab Syafi’i, laqiith adalah setiap bayi yang terlantar dan tidak ada yang menafkahinya.
3. Menurut madzhab Hambali, laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui nasabnya dan terlantar, atau tersesat di jalan.
Untuk mengkompromikan semua pendapat ini, kami katakan:
Laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz yang tidak diketahui nasabnya yang tersesat di jalan atau dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau menghindari tuduhan jelek, atau karena alasan lainnya.
Soal: Apa hukumnya memungut anak seperti ini?
Jawab: Mayoritas fugaha’ Maliki, asy-Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa memungut anak seperti ini hukumnya fardhu kifayah. Kecuali jika dikhawatirkan si anak akan meninggal maka hukumnya beruhah nenjadi fardhu ‘ain.
As-Sarakhsi Rahirnahullah berkata, “Orang yang telah menelantarkannya berdosa dan orang yang memungutnya memperoleh pahala karena ia telah menyelamatkan kehidupan seseorang yang jiwanya sedang terancam dan itu artinya ia telah menghidupkan seseorang karena telah menepis semua sebab yang membuatnya binasa.
Allah Ta’ala berfirman:
Artinya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.(QS. A1-Maaidah :32)
        Abu Muhammad bin Hazm Rahimahullah (1384) berkata, “Apabila ditemukan seorang anak yang terbuang maka bagi yang hadir di tempat tersebut wajib untuk merawatnya berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. A1-Maaidah :2)
Tidak ada dosa yang terbesar selain dosa menelantarkan anak tak berdosa yang lahir dalam agama Islam hingga akhirnya ia meninggal dunia karena lapar, atau kedinginan, atau karena dimakan anjing. Tidak diragukan lagi bahwa dosa pelakunya sama seperti dosa pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Orang yang tidak menyayangi manusia, pasti tidak akan disayangi.”
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Mughni (V/392), “Memungut anak seperti ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,” (QS. Al-Maa’idah :2)
Karena dengan memungut anak tersebut berarti ia telah menyelamatkan jiwa seorang yang masih hidup dan ini hukumnya wajib. Seperti: dengan cara memberikan makanan dan menyelamatkan anak yang hanyut.
Sumber: Ensiklopedi Anak, Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad Al-Isawi, Penerjemah Ustadz Ali Nur, Penerbit Darus-Sunnah, hal. 468-470.
Di Dalam  Kitab Sunan Al-Baihaqi Bab Memungut Anak yang Terbuang Dan Tidak boleh Membiarkan Anak Yang Terbuang. Kemudian ia menyebutkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma dengan sanad yang marfu’.
        Anak pungut (Laqiith) tidak mendapatkan hak waris dari keluarga yang memungutnya karena nasabnya yang tidak jelas, kecuali :
·         Ada surat pernyataan perdata (wasiat) dari si pemungut bahwa anak yang di pungutnya mendapatkan hak waris. Itu pun tidak lebih dari 3%.

2.      Anak angkat (Adopsi)
a.      Pihak yang dapat mengajukan adopsi
·         Pasangan suami istri
        Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
·         Orang tua tunggal
        i.            Staatblaad 1917 No. 129
        Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan.
      ii.            Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983
        Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.
b.      Tata Cara Mengadopsi
        Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.
       Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke Pengadilan Negeri. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat.
c.       Isi Permohonan
        Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:
- motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak-tersebut.
- penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, Anda juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.
d.      Yang dilarang dalam permohonan
        Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan-pengangkatan-anak,-yaitu:
- menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
- pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.
Mengapa?
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.
e.       Pencatatan Di Kantor Catatan Sipil
         Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
f.       Akibat Hukum Pengangkatan anak
        Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
a)      Perwalian
        Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
b)     Waris
        Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.
c)      Hukum Adat
        Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
d)     Hukum Islam
        Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)
e)      Peraturan Peruandang-undangan
        Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
    iii.            Keputusan Fatw MUI Tentang Adopsi
         Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumadil Akhir 1405 H./Maret 1984 memfatwakan tentang adopsi sebagai :
1. Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak yang lahir dari perkawinan-(pernikahan).
2. Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syari’ah-Islam.
3. Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh yang dilanjutkan oleh agama-Islam.
4. Pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing selain bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa.
    iv.            DALIL-DALIL TENTANG ADOPSI
 1.-Qur’an-Suratal-Ahzab-:-4
“Dan, dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri); yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.”
2.-Al-Qur’an-Surat-al-Ahzab-:-5
“Panggilan mereka (anak angkat) itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang paling adil dihadapan Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudaramu seagama dan mula-mula-(hamba-sahaya-yang-di-merdekakan).”
3.-Surat-al-Ahzab-:-40
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutub nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui Segala-sesuatu.
4.-Sabda-Nabi-Muhammad-S.A.W.
“Dan Abu Zar Ra. Sesungguhnya ia dengar Rasul bersabda: “Tidak seorangpun mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur” (HR Bukhari dan Muslim).
5.-Sabda-Nabi
“Dari Sa’ad bin Abi Waqqas Ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Barang siapa yang mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayahnya padahal ia tahu bahwa bukan ayah kandungnya, haram baginya surga. (HR Bukhari dan Muslim).
6.-Sabda-Nabi
“Dari Abdullah bin Umar bin Khathab Ra. Sesungguhnya ia berkata : “Kami tidak memanggil (Laid bin Hariaah) melainkan (kami panggil) Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat al-Qur’an : Panggilah mereka dengan nama ayah (kandung mereka, itulah yang lebih adil di siai Allah”. (HR Bukhari).
7.-Sabda-Nabi
“Sesungguhnya Zaid bin Harisah adalah mula Rasulullah SAW dan kami memanggilnya dengan : “Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat : ‘Panggilah mereka dengan nama ayah (kandung) mereka, mereka itulah yang lebih adil di sisi Allha,”Lalu Nabi bersabda : ‘Engkau adalah Zaid bin Harisah” (HR Bukhari dan-Muslim).
8. Dalam Tafsir Ayat al-Ahkam, halaman 263, jilid 2, oleh Muhammad Ali as-Sabuni,-dijelaskan-sebagai-berikut :
“Sebagaimana Islam telah membatalkan Zihar; demikian pula halnya dengan tabanni (mengangkat anak), Syariat Islam telah mengharamkannya, karena tabanni itu meniabahkan seorang anak kepada yang bukan bapaknya, dan itu termasuk dosa besar yang mewajibkan pelakunya mendapat murka dan kutukan Tuhan.
Sesungguhnya Imam Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadis dari Sa’d bin Abi Waqqas Ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang mengakui (membanggakan) diri kepada yang bukan ayahnya, maka wajiblah ia mendapat kutukan Allah, Malaikat-Malaikat, dan sekalian manusia, serta Allah tidak menerima dari padanya tasarruf dan kesaksiannya.”
9. Mahmud Syaltut dalam bukunya al-Fatwa, halaman 292 menulia :
Terjemahan-bebas :
Untuk mengetahui hukum Islam dalam masalah “tabanni” perlu difahami bahwa “tabanni” itu ada 2 (dua) bentuk. Salah satu diantaranya bahwa seseorang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri, dalam rangka memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya, dan secara hukum anak itu bukan anaknya. “Tabanni” seperti ini adalah perbuatan yang pantas dikerjakan oleh mereka orang-orang yang luas rejekinya, namun ia tidak dikaruniai anak baik sekali jika mengambil anak orang lain yang memang kekayaannya perlu, mendapat rasa kasih sayang ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan kesempatan belajar kepadanya. Karena orang tua kandung anak yang bersangkutan tidak mampu (Fakir miskin). Tidak diragukan lagi bahwa usaha semacam ini merupakan perbuatan yang terpuji dan dianjurkan oleh agama serta diberi pahala.
Bagi ayah angkat, boleh mewasiatkan sebagian dari peninggalannya untuk anak angkarnya, sebagai persiapan masa depannya, agar ia merasakan ketenangan hidup.

http://www.halalguide.info/content/view/93/55/
Dipublikasikan pada: 10/4/2007 | 23 Rabbi al-Awwal 1428 H | 

3.      Anak Zina ( Anak di luar Nikah)
       Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin
Pertanyaan
        Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin dita : Saya pernah mendengar satu hadits yang maknanya, adalah “Sungguh anak zina diharamkan masuk Surga, Apakah hadits ini shahih ? Kalau benar, apa kesalahan anak tersebut sehingga harus memikul kesalahan dan dosa orang tua ?
Jawaban.
       Diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
 yang“Artinya : Anak zina itu menyimpan 3 keburukan. [Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Daud]
        Sebagian ulama menjelaskan, maksud dia buruk dari aspek asal-usul dan unsur pembentukannya, garis nasab, dan kelahirannya. Penjelasannya, dia merupakan kombinasi dari sperma dan ovum pezina, satu jenis cairan yg menjijikkan (krn dari pezina) sementara gen itu terus menjalar turun temurun, dikhawatirkan keburukan tersebut akan berpengaruh pada diri untuk melakukan kejahatan. Dalam konteks inilah, Allah menepis potensi negative dari pribadi Maryam dgn firmaNya.
Artinya : Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang penjahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang penzina. [Maryam : 28]
        Walaupun demikian adanya, dia tdk dibebani dosa orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya : Dan seorang yg berdosa tdk akan memikul dosa orang lain†[Al-An’am : 164]
        Pada prinsipnya, dosa dan sanksi zina di dunia dan akhirat ha ditanggung oleh orang tuanya. Tetapi dikhawatirkan sifat bawaan yg negative itu akan terwarisi dan akan membawa untuk beruntuk buruk dan kerusakan. Namun hal ini tdk selalu menjadi acuan, kadangkala Allah akan mempebaiki sehingga menjadi manusia yg alim, bertakwa lagi wara’, dengan demikian menjadi satu kombinasi yang terdiri atas tiga komponen yg baik. Wallahu a’lam.

[Fatawa Islamiyah 4/125] Status Anak Zina Di Akhirat” ketegori Muslim.
Status Anak Zina Di Akhirat Kategori Ath-Thiflu = Anak Muslim
Kamis, 3 Maret 2005 12:45:54 WIB

[Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Said Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]


4.      Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung
A. pengertian
Inseminasi bauatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan ataua tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Dalam kamus تلقيح الصناعى, seperti dalam kitab al-fatawa karangan mahmud syaltut.
Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud dengan bati taqbung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan, bayi tabung karena benih laki-laki yang disedut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung.
Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovom (sel telur dan sperma). Jika saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian di taruh dalam suatu taqbung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang di beri suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla lalu dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya wanita itu akan hamil. Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh para sahabat nabi terhadap pohon korma. Bank sperma atau di sebut juga bank ayah mulai tumbuh pada awal tahun 1970.
B. motivasi di lakukan inseminasi buatan
Inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk mengembang biakan manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia jenius, ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternative bagi manusia yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah dan untuk percobaan ilmiah
C. hukum inseminasi buatan
Inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua:
  1. inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (artificial insemination husband)
  2. inseminasi buatan yang bukan sperma suami atau di sebut donor atau AID (artificial insemination donor)
untuk inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian) sesuai dengan kaidah usul fiqh…………..
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
hajat itu keperluan yang sangat penting dilakukan seperti keadaan darurat”.
Adapun tentang inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakukan sperma (bayi tabung). Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami.
Mahmud Syaltut mengatakan bahwa penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’.
Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya masalah nasab.

Bayi Tabung
Embrio
Proses Inseminasi
Sering kali kita mendengar ‘ikut bayi tabung aja…’ atau ’anaknya dia dari hasil bayi tabung’. Apa sih sebenarnya definisi atau pengertian bayi tabung itu? Apakah ini adalah cara untuk mendapatkan anak?
Kalau dilihat dari kata ‘bayi’ & ‘tabung’, mungkin bayi tabung berarti bayi dari hasil pembuahan di tabung. Ada juga yang bilang bayi tabung adalah bayi dari hasil tabungan … memang benar juga sih soalnya proses bayi tabung itu tidak murah alias menguras kantong.
Tetapi bayi tabung itu sebenarnya adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita, dalam istilah kerennya in vitro vertilization (IVF).
In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas/tabung gelas (nah nyambung juga kan dengan kata tabung). Dan vertilization adalah bahasa Inggrisnya pembuahan.
Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel telur yang sudah matang diambil dari indung telur lalu dibuahi dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embrio kecil yang terjadi dimasukkan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.


Bayi tabung diproses dengan kelahiran secara alami yaitu bertemunya sperma pria dengan sel telur wanita (ovum), Sperma yang diambil dari pemiliknya lalu diletakkan pada rahim perempuan pemilik sel telur sendiri terjadilah proses alami maka terjadinya proses pembuahan dalam waktu tertentu  dan pada saat proses tersebut tanpa dibantu dengan teknologi dengan bantuan manusia hanya kadang kadang perlu operasi bila terjadi kelahiran tidak normal.
  I.            Mengapa bayi tabung harus dilakukan :
Bayi tabung di lakukan karena dorongan ingin mendapatkan keturunan banyak pasangan suami istri yang lama berumah tangga tidak memiliki keturunan dikarenakan salah satu baik dari suami dan istri kurang normal dalam hal keturunan. dengan pertimbangan bayi tabung sebagai jalan keluar untuk mendapatkan suatu keturunan. Dan tidak berarti bayi tabung yang diproses dengan bayangan dimana sperma seorang laki ditemukan dengan sel telur wanita lalu dimasukkan dalam tempat tertentu ( botol ) lalu terjadilah proses pembuahan hal ini tidak seperti itu.
    II.            Kapan penemuan bayi tabung :
Pada 1971 seorang ahli genetika dan biokimia Amerika serikat bernama Dr. James Watson menyatakan bahwa kemungkinan membuat bayi tabung yang menanamkan kerahim perempuan ini bukan teori tetapi perlu penelitian yang cukup panjang dan akhirnya baru berhasil bayi tabung pada tahun 1978 dan di beri nama bayi tersebut Louise Brown dan di  Indonesia sudah dapat  dan berhasil mengembangkan bayi tabung  tersebut.
 III.            Problem yang dihadapi bayi tabung :
  • Dengan bayi tabung tersebut dilakukan apakah dengan pasangan suami istri yang sah jika tidak jelas akan melanggar aturan agama dan bayi tabung yang lahir dengan ayah dan ibu tidak jelas disebut dengan anak zina.
  • Pemilik sperma dan sel telur harus jelas siapa pemiliknya sehingga secara genitik pemilih sperma adalah ayah dan pemilik ovum milik ibunya jika terjadi pasangan suami istri yang sah tidak ada masalah.
 IV.            Tahap pemprosesan :
Dan bagaimana terjadinya proses pembuahan janin tersebut, semula  berupa muftah ( air kental ) selama 40 hari dan kemudian berupa alaqah ( gumpalan darah ) selama 40 hari, selanjutnya berupah mudghah ( segumpal daging ) selama 40 hari, dan kemudian genap 120 hari ditiupkan roh.
Demikian sekilas proses bayi tabung mudah mudahan dapat menambah pengetahuan dan mengenal  tanda tanda kebesaran Allah dalam penciptaan manusia.

    V.            Hukum Bayi Tabung

     Oleh : Syaikh Abdul Qadim Zallum
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobati­nya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk berbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendo­rong hal tersebut dan kaum muslimin pun telah disunnahkan melakukannya.
Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan –antara sel sperma suami dengan sel telur isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.
Proses seperti ini merupakan upaya medis untuk mengata­si kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berba­nyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :
“Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
“Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)
Dengan demikian jika upaya pengobatan untuk mengusaha­kan pembuahan dan kelahiran alami telah dilakukan dan ter­nyata tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadinya pembuahan di luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel telur yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dikem­balikan ke tempatnya yang alami di dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu proses tersebut akan dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya kelahiran dan berbanyak anak.
Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami tersebut hendaknya tidak ditem­puh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terja­dinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinya.
Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk mengha­silkan kelahiran tersebut, disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri.
Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah ter­buahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu  pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demi­kian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri.
Ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :
“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)

     Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir*, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).
*ta’zir adalah sanksi syar’i terhadap suatu perbuatan maksi­at yang tidak ada had (ketentuan jenis dan kadar sanksi) dan kaffarah (tebusan) padanya.
Penulis : Abdul Qadim Zallum
Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut
Penerbit :  Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, 48 hal.
Penerjemah : Sigit Purnawan Jati, S.Si.
Penyunting : Muhammad Shiddiq Al Jawi






      Proses bayi tabung merupakan sperma + sel telur , pembuahan di luar rahim  lalu dimasukin lagi ke rahim nama ilmiahnya In Vitro Vertilization (IVF)

Proses Bayi Tabung


Menerobos-Kesuburan
1. Sel sperma berada di sekitar sel telur-siap untuk membuahi
perkembangan-Sel-telur
2. Sel telur hampir siap untuk dilepaskan dari ovarium si wanita. Selama masa subur, wanita akan melepaskan satu atau dua sel telur yang akan berpindah ke bawah yang lalu akan bertemu sel sperma yang akan mengakibatkan terjadinya pembuahan.

Injeksi
3. Dalam IVF, dokter akan mengumpulkan sel telur sebanyak- banyaknya untuk memilih yang terbaik diantaranya. Untuk melakukannya, si pasien akan diberikan hormon untuk menambah jumlah produksi sel telur.Proses injeksi ini dapat-mengakibatkan-adanya-efek-samping.

pelepasan-Sel-telur
4.Setelah hormon bekerja sepenuhnya maka sel-sel telur siap untuk dikumpulkan. Dokter bedah akan menggunakan laparoskop untuk memindahkan sel-sel-telur-tersebut

Sperma-beku
5.Sperma yang dibekukan disimpan dalam nitrogen cair yang dicairkan secara sangat hati-hati oleh para teknisi.
Secara ringkas, hukum teknik Bayi Tabung dan Inseminasi Buatan terhadap manusia dapat dilihat pada table berikut ini :
NO
NAMA TEKNIK/ JENIS TEKNIK
SPERMA
OVUM
MEDIA PEMBUAHAN
HUKUM
1
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis I
Suami
Isteri
Rahim Isteri
Halal
2
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis II
Suami
Isteri
Rahim Isteri
Halal
3
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis III
Suami
Orang lain/ donor/ bank ovum
Rahim Isteri
Haram
4
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis IV
Suami
Orang lain/ donor/ bank ovum
Rahim orang lain/ titipan /sewaan
Haram
5
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis V
Orang lain/ donor/ bank sperma
Isteri
Rahim Isteri
Haram
6
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VI
Orang lain/ donor/ bank sperma
Isteri
Rahim orang lain/ titipan/ sewaan
Haram
7
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VII
Orang lain/ donor/ bank sperma
Orang lain/ donor/ bank ovum
Rahim isteri sebagai titipan / sewaan
Haram
8
Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VIII
Suami
Isteri
Isteri yang lain (isteri ke dua, ketiga atau keempat)
Haram
9
Inseminasi Buatan dengan sperma suami (Arificial Insemination by a Husband = AIH)
Suami
Isteri
Rahim Isteri
Halal
10
Inseminasi Buatan dengan sperma donor (Arificial Insemination by a Donor = AID)
Donor
Isteri
Rahim Isteri
Haram
Dari tabel tampak jelas bahwa teknik bayi tabung yang dibenarkan menurut moral dan hukum Islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta perbuatan itu dilakukan karena adanya hajat dan tidak untuk main-main atau percobaan. Sedangkan teknik bayi tabung yang melibatkan pihak ketiga hukumnya haram.
Alasan syar’i tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina (lihat al-Qur’an, antara lain Surat Al-Isrâ [17] : 32). Secara filosofis larangan zina itu didasarkan atas dua hal. Pertama, “tindakan melacur” (al-fujûr, al-fâ?isyah) dan kedua, akibat tindakan itu dapat menyebabkan kaburnya keturunan (ikhtilâth al-ansâb).
Rasulullah menyatakan yang artinya :
Tidak ada dosa lebih berat dari perbuatan syirik (menyekutukan Tuhan) melainkan dosa seseorang yang mentransplantasikan “benih” kepada rahim wanita yang tidak halal baginya.



                                                             5. Penutup
 A. Kesimpulan

Seorang anak luar nikah adalah anak yang lahir diluar ikatan perkawinan yang sah. Anak tersebut hanyalah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya, jadi hanya dapat mewaris harta warisan dari ibunya. Seorang anak luar nikah hanya boleh mewaris rata warisan bapaknya apabila bapak ini mengakui dia sebagai anaknya, tetapi ia tidak boleh mewaris harta warisan dari golongan II, golongan III dan golongan IV. Ia boleh mewaris harta warisan dari semua golongan apabila ia diakui sah yaitu pengakuan yang disahkan di Pengadilan Negeri.
Adapun tidak semua anak luar nikah dapat diakui sah karena anak yang lahir dalam sumbang dan anak lahir dalam hasil zinah tidak boleh diakui sah. Mereka hanya boleh mendapatkan biaya nafkah dna biaya hidup/sekolah. Menjadi masalah kalau anak-anak luar nikah ini (anak-anak sumbang dan anak zinah) tidak boleh mewaris, bagaimanakah jalan keluarnya, supaya mereka boleh mendapatkan harta kekayaan? Caranya ialah dengan jalan pemberian melalui testament dapat saja diberikan kepada siapa saja yang si pemberi tertamen mau, jadi termasuk juga anak-anak luar nikah itu.
Anak luar nikah walaupun sudah diakui sah tetapi bagaimana yang didapatnya didalam mewaris adalah tidak sama dengan anak sah. Bagian anak sah lebih banyak yang didapat dari bagian anak luar nikah yang sudah diakui sah. Untuk anak adopsi kedudukannya adalah sama dengan anak sah dan bagian warisannyapun sama dengan anak sah.
B. Saran

Mengingat anak luar nikah adalah anak ibu yang hanya kebetulan lahir diluar ikatan perkawinan yang sah, maka sebaiknya anak luar nikah yang sudah diakui sah oleh ayahnya bagian mewarisnya haruslah sama bagiannya dengan anak-anak sah lainnya.
Rasanya tidak adil seorang anak luar nikah bagiannya lebih sedikit dari anak sah (yang mungkin juga anak luar nikah ini adalah anak biologi dari ibu dan ayahnya hanyalah kebetulan ia tidak lahir sebelum perkawinan dari ibu dan ayahnya berlangsung).
DAFTAR PUSTAKA

Afandi Ali, Prof.SH., Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian menurut KUHP (BW), Bina Aksara, Jakarta, 1984.
Hasan Djuhaedah, Hukum Keluarga Setelah Berlakunya UU No. 1/1974, Armico, Bandung 1988.
Kapojos.I.C.R-M,. Prof.SH., Diktat Hukum Waris, Fak. Hukum UNSRAT Manado, 1997.
Pitlo.A. Prof.Mr., Hukum Waris Menurut KUHPerdata, Intermasa, Jakarta 1979.
Prodjodikoro Wirjono, Prof.SH., Hukum Warisan di Indonesia, cetakan ke-4, Sumur Bandung 1974.
Surjopratiknjo Hartono,SH., Hukum Waris Tanpa Wasiat Sie Notariat Fak. Hukum UGM Yogyakarta 1982.
Vollmar. H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata, penterjemah I.S. Adiwimarta, SH, Rajawali, Jakarta.
www.santoslolowang.com
Sumber : Dirjen pembinaan kelembagaan Agama Islam Dep. Agama – 1994
Kumpulan makalah carkasan FAI UNWIR

Komentar

Postingan Populer